secret room of an angel

MIRACLE LOVE FROM THE PAST

MIRACLE-LOVE-FROM-THE-PAST

Tittle : Miracle Love from The Past
Author : Jaemi Kim a.k.a anonymous a.k.a Rita a.k.a Sung Jemi
Length : Long-Long-Long-Shoot
Genre : Romance, Friendship, AU, Family, Fantasy
Main Cast :
Elia => OC’s
Aiden => Super Junior
Rating : PG 15

WARNING!! Sebagian besar dari fic ini terinspirasi dari Clannad After Story dengan sedikit perubahan disana sini..Typo juga tak terhindarkan trus plot kecepetan MIANHAE aja …  JADI RCL YA!!! ^^

–HAPPY READING–

Sekumparan cahaya benderang menghadang pandanganku. Sesosok siluet berciri khusus yang teramat kukenal muncul darinya. Andai teori fisika yang pernah kudengar dapat mengamblangkan yang kulihat kini maka aku takkan seapatis ini kala sekumparan cahaya itu datang bersama ratusan bulu bidadari yang menghujan diri ini.
“Dengarkan” sosok itu mulai berujar dengan lagam bicara yang tak asing di indraku. “Di dalam jimat ini terdapat cahaya. Cahaya yang dapat mengabulkan permintaan apapun” diriku masih menatap siluet samar itu dengan pandangan menerka.
“Kau akan membawa ini ke tempatnya dan dirimu akan mengabulkan permintaannya” Siapa? Siapa yang dimaksudkan oleh sosok asing itu?
“Apakah kau mengerti?” bayangan sosok gadis menyeruak masuk dalam benakku dan aku pun mengangguk. Kemudian sosok itu lesap bersama dengan cahaya benderang itu.

Elia POV
Diriku terdiam menanti seseorang ditemani oleh indahnya lembayung senja cakrawala. Aku sedikit mengintip ke gerbang untuk memeriksa ‘Apakah lelaki itu sudah menampakkan batang hidungnya?” Dan ternyata sudah. Secepat kilat aku kembali ke balik pagar dan sejurus kemudian kutampakkan diriku lagi-setelah ia menempati posisi yang kuinginkan- tentunya.
“Andrew~ apa kau akan pulang juga?” Kuulas senyum termanisku bahkan cup cake-kudapan ayah tiap sore- kalah manis.
“Ah.. Iyaナ Apakah Elia juga akan pulang?” Andrew menatapku dengan tatapan cool khas miliknya.
“Yah~ Kebetulan sekali.. Eeehh.. Apakah kau tidak keber..”
“Siapa dia? Sepertinya dia dari sekolah lain?” Andrew dengan santai memotong kata-kataku. Apa dia pikir ucapanku cheese cake yang bisa dipotong semaunya?
Kutolehkan kepalaku ke arah pandangan Andrew dan mendapati sesosok laki-laki yang tak kukenal. “Apa dia pacarmu?” Tapi.. wajah porselennya menghipnotisku. Bahkan sederet kalimat yang diluncurkan oleh Andrew hanya terdengar seperti ashjkjfjkfj di indra pendengaranku.
“Sebaiknya aku tidak mengganggu. See ya!'”
DEG~
Nyawaku kembali dan aku dapat berpikir sejernih air sekarang. Tapi terlambat Andrew telah lesap bersama kaki-kaki panjangnya yang menjauh.
“ナ Kamu Elia Kim, kan?” -si namja porselen- itu menyuarakan kalimatnya. Tapi kutanggapi dengan tatapan serigala lapar.
“Siapa kamu?” laki-laki ini agaknya tak paham maksud tatapanku “Aku Aiden Lee. Wajahku tidak asing, kan?” God! Kemana perginya malaikat pencatat dosanya? Kenapa senyumannya terlihat innocent.
Laki-laki yang mengklaim nama Aiden adalah miliknya itu, tengah menatapku ramah. Harus kuakui dia nampak mempesona dengan balutan mantel khaky, dan kemeja dark brown-nya yang sengaja ia keluarkan dari white jeans-nya. Ah! Tak ketinggalan topi cute yang senada dengan mantelnya menambah kesan memesona pada dirinya.
GOD~ JANGAN SEKARANG DIA TELAH MEMBUAT ANDREW SALAH PAHAM !!!

Aiden POV
“Tunggu~” Aku setengah berlari mengejarnya. Dan apa yang kudapatkan? Dia malah memperlebar langkahnya.
“Aku tidak mau. Aku tak mengenalmu, juga tak tahu kenapa kau harus membalas budi padaku?”
Gadis ini sebenarnya cantik. Ia memiliki rambut cokelat tua yang ia ikat dengan pita merah miliknya membuat ia terlihat manis, mata almond indah yang dititipkan Tuhan untuknya, juga tubuh semampai bak model di televisi. Semua itu membuatnya terlihat perfect..
Sayang, nada bicaranya terkesan kasar. “Mungkin saja kau tak mengenalku, tapi aku mengenalmu” kujawab cercaan negatif yang dilontarkannya padaku.
Finnaly, ia menghentikan langkahnya dan mendengarkanku. Ia membalikkan badan dan menatapku garang. “Mungkin kau tahu, tapi aku tidak!!” ia berteriak beruntung aku berjarak beberapa meter dari tempatnya.
“Selain itu, karenamu, dia jadi salah paham!”
Elia mendekat dan tanpa kuduga ia mengangkat tubuhku dan membantingku kebelakang. “Arrrggg~” aku mengerang kesakitan akibat ulahnya. Mungkin saja beberapa tulang belakangku patah karenanya.
“Sudah cukup. Aku ingin pulang!” Ia berjalan kesal. Tapi entah tubuh apa yang kumiliki sekarang. Aku bangkit dan dengan mudah mengadangnya.
“T..tungu~ Beri tahu aku keinginanmu”
Mau bagaimana lagi!! Alasanku kemari memang untuk mengatakan ini. Menanyakan apa keinginannya.
Ia menatapku bingung. “Keinginan?” ulangnya dan aku mengangguk lega. “Aku datang untuk mengabulkan keinginanmu. Jadi sampai saat itu, aku tak bisa pulang” Kuumbar raut wajah serius milikku.
“Kalau begitu, berhentilah mengikutiku sekarang juga”
‘What? Itu keinginannya? Hanya itu?’
“Ada masalah?”
“Kalau.. Kalau itu benar-benar keinginanmu, maka akan kulakukan. Tapi itu tak membuatku puas” Kupalingkan wajahku, sedih. “Karena kau sudah menjagaku dengan baik” tambahku dengan menunduk masih menunjukkan raut, sedih.
“Huh~”

Elia POV
Entah kenapa aku ini gadis yang kasar namun aku masih peduli pada orang. Dan raut sendu milik laki-laki didepanku ini membuat hatiku tergerak untuk mendengarkan alasan dibalik datangnya ia padaku.
“Kejadiannya waktu aku masih sekolah dasar. Kalau tidak salah, kau datang ke rumah sakit untuk menjenguk ibumu. Saat itu, kau membuatku ceria kembali saat kau bertemu denganku di rumah sakit. Kau tak mengingatnya?”
Pikiranku melayang mencoba mengingat kejadian hari itu. Hari dimana aku bertemu dengannya.
“Kau tak mengingatnya? Aku di kursi roda dengan kucing di pangkuanku”
Pemandangan elok sungai didepanku membuatku dengan cepat mengingat kejadian itu. “Aku ingat”
Aiden nampak menggebu mendengar kata-kataku. “Benar?!” Raut antusias dan senang yang tak terperi kini tengah tergambar jelas di wajahya. “Tapi aku tak melakukan apapun. Kita hanya berbicara seebentar” tambahku.
“Itu sangat tidak benar. Kau benar-benar membuatku ceria”
Aneh? Aku tak mengingat apa yang kukatakan waktu itu.
“Memang apa yang kukatakan waktu itu?”
Aiden terpekur. “Ituナ Aku lupa” Aku lemas mendengar jawabannya. “Tapi, aku sangat berterima kasih padamu, Elia. Itulah alasan kenapa aku ingin membalas budi”
Mata hitamnya berkilauan diterpa cahaya mentari sore, nampak indah. “Kalau begitu traktir aku sekaleng juice”
“HAH?”
“Itu sudah lebih dari cukup. Karena aku tak melakukan hal yang begitu berarti” aku mengalihkan pandanganku darinya. “Dengar, aku bisa mengabulkan permintaan apapun. Aku punya sesuatu yang bisa mewujudkannya. Jadi jangan sungkan dan katakan permintaanmu”
Aku memang tak percaya pada mitos apapun namun saat melihat matanya, aku tak mendeteksi kebohongan di dalamnya. “Apa? Lampu Genie?”
“Bukan lampu, tapi katanya seperti itu”
Semakin lama, ucapan laki-laki ini membuatku kesal dan pusing. “Kata siapa?” lagi-lagi ia terpekur.
“Ituナ Aku tak tahu”
Lagi-lagi ia tak tahu. Dan semua ini membuatku yakin kalau ia itu, freak tapi disisi lain ia jugaナ romantic. “Kau aneh”
“Iya, kah?”
“Dan romantis juga. Maaf tapi aku tak percaya hal-hal seperti itu”
Aku bangkit dari kursi pinggir sungai ini dan berjalan pergi. “T..tunggu” teriaknya. “Terima kasih sudah datang jauh-jauh untuk mengucapkan terima kasih. Syukurlah kau sudah sembuh. Sampai jumpa dan jaga diri baik-baik” Ku lambaikan jemariku tanpa membalik badanku.

Aiden POV
Aku menunggunya -Elia- didepan sekolahnya dan baru sebentar aku menunggunya ia sudah datang bersama dua orang temannya.
“Selamat pagi” Aku memasang senyum innocent-ku.
“El~ Siapa dia?” tanya salah seorang temannya. “He looks so cute” sambungnya membuat semburat pink muncul di kedua pipiku. “Apa kau pindah hati dari Andrew ke dia?” temannya yang lain menanggapi.
“JaナJangan menunggu di depan gerbang sekolah” Elia melontarkan tinju keras yang berhasil mendarat mulus di perutku. Tenaganya kuat sekali hingga aku terdorong ke belakang dan pada akhirnya terjembab ke tanah.
“SaナSakit” rintihku. Kemudan ia menarik tanganku kasar membawaku menuju pepohonan yang sedikit jauh dari gerbang sekolahnya.
“Kau telah membuat Saki dan Yuki salah paham!! Bagaimana kalau jadi gosip?”
Aku tak mengerti apa yang ia coba terangkan padaku dengan nada tinggi penuh emosi. “Salah paham apa?”
“Lihat!! Kau ini laki-laki dan aku perempuan. Apa kau tak punya bayangan?”
Bayangan sosok laki-laki yang dipanggil Andrew itu melintas di benakku. Membuatku mengerti kenapa ia marah. Aku pun tersenyum. “Ah, aku tahu. Kau suka Andrew, kan?”
“Tepat sekaliナ” Kali ini tubuhnya bergetar hebat entah karena apa. Mungkin karena membayangkan laki-laki yang ia sukai itu, Andrew. Aku harus menyemangatinya.
“Kau sangat cantik, jadi aku yakin pasti berhasil. Oh, iya, ‘tembak’ saja dia!! Aku akan ikut denganmu”
Lagi-lagi tubuhnya bergetar kali ini lebih hebat dari yang sebelumnya. “Kenapa.. Kenapa aku harus menyatakan cintaku padanya bersamamu?!” nadanya kembali meninggi dan tiba-tiba ia sudah membantingku lagi. Rasanya tubuhku mati rasa.
“Sa..Sakit” rintihanku terdengar seperti cicitan karena volumenya terlalu kecil. “Hey~ Kau datang untuk mengabulkan keinginanku, kan? Lalu kenapa kau malah menghalangiku” nada tinggi masih ia gunakan untuk berbicara denganku.
Aku bangkit perlahan. “Kalau begitu apakah permintaanmu itu menikahi Andrew? Setuju dengan itu?” Wajahya nampak murung dan ia menunduk.
“Tidak bisa”
Gadis ini aneh? Bukannya ia sangat marah saat aku membuat temannya salah paham karena laki-laki bernama Andrew itu. Lalu kenapa ia menolak tawaranku?
“Kenapa?”
“Kau tak boleh memanipulasi perasaan orang lain”
Iaナ gadis yang baik. Sederet kalimat itulah yang kini memenuhi otakku. Bahkan tiap ruang-ruangnya.

Elia POV
“Selamat datang” suara ituナ Aku langsung melakukan gerakan taekwondoku padanya -Aiden-. “Jangan langsung begitu dong” ia mengeluh dengan nada bicaranya yang terkesan polos.
“Sudah kubilang jangan menungguku di depan gerbang” aku menaikkan nada bicaraku. “Kau benar-benar terganggu dengannya ya?” Saki -temanku- bertanya dengan wajah kasihan yang ia tujukkan pada Aiden.
“Aiden ya? Begini.. El punya seseorang yang dia sukai. Kalau Andrew melihat iniナ” Yuki berusaha menjelaskan namunナ
“Apa kamu memanggilku?” Suara Andrew memecah konsentrasiku pada Aiden. Benar saja Andrew sudah berdiri di belakang kami. “Oh, El’s boyfriend ya? Kenapa kau tak mengenalkannya padaku?” tambahnya membuatku semakin bingung dan kacau.
‘Bagaimana cara menjelaskan padanya? Oh, God!! Please help me~”
“B-Bukan! Dia bukan! Hubungan kami tidak seperti itu!”

Author POV
Cahaya mentari yang menerpa permukaan sungai, indah dan nampak berkilauan. Disalah satu kursi kayu pinggir sungai itu duduk Elia dan Aiden. Senyap, tak ada pembicaraan di antara mereka. Hingga..
“Ku harap dia mengerti” pesimis dan lemas sangat kentara dari wajah Elia kala itu. “Jangan dipikirkan. Aku yakin Andrew akan menyukaimu” Aiden yang menyadari itu mencoba menghibur Elia dengan senyuman lembut.
“Kau ini aneh”
“Apa?”
“Kau tidak cemburu atau kesal meskipun aku suka laki-laki lain?”
Aiden mendesah berat. “Tidak. Kurasa aku hanya tidak peka dengan masalah seperti itu?” Pandangannya ia lontarkan pada permukaan sungai yang kini berwarna jingga.
Mendengar jawaban Aiden yang polos berhasil membuat Elia mengulas senyum. “Aku tidak membenci sifatmu yang itu. Kau memang polos dan itu bagus” tanggap Elia seraya menatap manik mata hitam Aiden.

Aiden POV
Titik-titik air yang berjatuhan dari udara karena proses pendinginan itu datang dan tanpa permisi menguyupkanku. Aku sama sekali tak berniat untuk beranjak dari tempatku.
Kusaksikan dengan jelas kalau hujan masih mengguyur tapi kenapa aku tak merasakan titik-titik air itu ditubuhku? Kudongakkan kepalaku dan melihat payung merah diatasku. Ternyata Elia yang memayungiku.
“Apa kau ingin demam?”
Elia juga mengajakku masuk ke salah satu ruang kelas yang kosong di sekolahnya. Dan menghanduki rambutku yang basah. Meskipun dengan kasar.
“Oh God! Paling tidak kau bawa payung atau apalah?! Jas hujan mungkin?”
“Aku tak mengira kalau akan hujan”
Elia mendesah berat dan mengambil handuk yang bertengger di kepalaku. “Kenapa aku harus mengurus seseorang seperti dirimu?” keluhnya lebih ke dirinya sendiri. “Sorry”
“Kalau kau benar-benar merasa bersalah, jangan buat aku mengurusmu lagi”
“Ini aku pinjamkan pakaian untukmu, jadi ganti pakaianmu”
Elia menyodorkan pakaian olahraga berwarna hijau terang padaku. Ia baik sekali. Pertama, dia sudah memayungiku, kedua ia menghanduki rambutku, dan ketiga ia meminjamkanku pakaian.
“Okay~” Tanganku meraih pakaian yang ia sodorkan.
“Ya ampun. Kalau kau bisa mengabulkan apapun, kenapa kau tidak menghentikan hujan saja?” Elia mendesah berat. Apa dia bilang? Jimatnyakan hanya ada satu dan itu hanya untuk mengabulkan permintaannya.
“Tentu tidak bisa. Aku hanya bisa mengabulkan satu permintaan dan itu untukmu”
Lagi-lagi Elia mendesah. “Aku masih tak mengerti kenapa dirimu begitu berterima kasih padaku? Kau bahkan tak ingat apa yang kukatakan padamu”
“Mungkin aku lebih menyukai berbicara denganmu ketimbang kata-kata yang kau ucapkan. Karena kau begitu optimis”
“Ah, memang banyak yang mengatakan itu padaku”
“Kupikir aku bisa berusaha karena aku bertemu orang sepertimu. Jadi semuanya karena dirimu” Aku tersenyum riang. Elia nampak terpaku memandangiku.
Kudengar suara bel. “Waktunya pelajaran jadi aku harus pergi. Menyelinaplah keluar nanti” Tak lama kemudian Elia menghilang ke balik pintu.

Aku kembali menunggu Elia di depan gerbang sekolahnya. “Ah, El’s boyfriend? Menunggu dia lagi?” sebuah sapaan membuatku memalingkan kepalaku. Ternyata itu Andrew, laki-laki yang begitu disukai Elia. Sepertinya ini saat yang tepat untuk menjelaskan semuanya.
“Eh~ Aku bukan pacarnya Elia”
“Bukan?” Andrew nampak terkejut terlihat dari sebelah alisnya yang terangkat dan kerutan pada dahinya.
“Bukan. Sepertinya dia sedang menyukai seseorang”
Andrew terpekur ditempatnya kemudian ia kembali memandangku. “Ah, bisa minta tolong?”

Aku menunduk murung setelah kejadian tadi. Tak dapat kubayangkan. Bagaimana ini? Apa yang harus kulakukan? Haruskah aku?
“Ada apa? Kau terlihat murung?”
“Apa kau benar-benar demam? Atau mungkin kau flu? Atau pusing?”
Kugelengkan kepalaku kuat-kuat saat Elia menanyakan keadaanku. Bukan itu.. Bukan itu Elia tidakkah kau mengerti raut frustasi ini?
“Kalau begitu ada apa? Ada masalah lain?”
Aku memberanikan diri untuk melihat wajahnya. Wajah cantiknya memandangku khawatir. Wajah itu membuatku mengingat kejadian tadi.
Flashback On
Andrew menatapku dengan tatapan yang mengoarkan perasaan menyesal dan keseriusan. “Aku tahu perasaan Elia terhadapku”
DEG~
“Tapi seperti yang kau tahu. Aku sudah mempunyai pacar. Jadi bisakah kau memberikan petunjuk tentang hal ini?”
“Jadi tolong!! Sebisa mungkin jangan buat dia terluka terlalu dalam”
Flashback Off
Kami -Elia dan aku- berjalan tanpa kata menuju sebuah jembatan didekat sini. “Ada apa?” tanyanya lagi. Ia benar-benar khawatir padaku sepertinya. Senja.. Awan.. Langitナ atau siapapun kalian tolong aku. Tolong aku~
“Jangan-jangan kau jatuh cinta?”
Benar juga. Jika aku tak mencintainya lalu kenapa aku merasakan perasaan sedih yang teramat dalam saat aku akan mengatakan hal yang akan membuatnya sedih. Aku rasa aku mungkin mencintainya.
“Mungkin” jawabku setelah melalui kontra dengan otakku. “Eiih.. Benarkah? Padahal aku hanya menebak”
“Kalau begitu, kenapa kau terlihat begitu muram?”
Kata-kata Andrew beberapa waktu lalu kembali terngiang. Bahkan seakan menggema dalam otakku.
“Itu karena aku punya kabar buruk untuknya”
“Apa maksudmu?”
“Dia sudah punya orang yang disukai..tapi.. orang itu sudah memiliki pacar. Dan aku diminta oleh orang yang disukainya untuk menyampaikan pesan itu untuknya”
“Seperti drama saja. Tapi itu kesempatanmu” Kau tak mengerti Elia. Orang itu dirimu. Dirimu !! Oh, God! Aku bahkan tidak memandangnya saat ini. Aku hanya bisa memunggunginya.
“Kalau kau menghiburnya ketika dia sedih karena patah hati, dia mungkin jadi menyukaimu? Ayolah, Aiden berhentilah bersedih dan berpikir positif ” Bodoh. Bagaimana bisa aku melakukannya? Aku hanya laki-laki lemah. Bahkan aku tak akan mampu mengatakan ‘I Love You’ padamu.
“Ini kesempatan bagus untukmu”
“Aku tidak mungkin berpikir seperti itu!” baru kali ini aku meninggikan nada bicaraku pada Elia. Elia pun berhenti berbicara.
Tubuhku bergetar karena aku mati-matian menahan air mataku. “Kalau kau ada di posisikuナbisakah kau melakukannya?” Kupalingkan kepalaku ke arahnya.
“Bisakah kau melakukannya? Bisakah kau berpikir seperti itu? Ketika kamu menyukai orang itu. Bisakah kau berpikir kalau ada peluang ketika dia patah hati?” Kini air mata yang tadi mati-matian kutahan benar-benar mengalir dari mataku. Bahkan air mata itu semakin deras turun bak aliran air terjun di hilir sungai.
“Maaf.. Aku minta maaf. Teman-temanku berpikir seperti itu jadiナ” kata-katanya terputus. Perlahan aku mendongak dan melihatnya terdiam. Kuikuti arah pandangnya dan menemukan Andrew sedang bersama pacarnya Miku. Mereka nampak bahagia bersama.
“Aiden.. Yang baru saja kau katakan ituナ Jadi begitu ナAku memang bodoh” Mendengarnya mengatakan hal itu membuat hatiku mengerang sakit. “Kenapa kau yang menangis?”
“Aku tak tahu”
Elia berjalan mundur perlahan kemudian berlari pergi meninggalkanku.

Author POV
Pagi hari itu nampak cerah dengan awan putih yang ringan berarakan di atas langit menemani sang surya yang tengah sibuk membagi-bagikan kehangatan miliknya. Aiden sudah menunggu kedatangan Elia didepan gerbang sekolahnya dengan raut yang masih murung.
“Aiden”
Sebuah sapaan membuatnya mendongak. “Saki? Yuki?” Aiden berlari kecil ke arah teman-teman Elia, Saki dan Yuki yang baru saja datang. “Kalau kau menunggu El. Dia tidak masuk hari ini” Saki menjelaskan pada Aiden dengan ekspresi menyesal.
“Tadi pagi dia menelepon Saki dan mengatakan kalau dia sakit jadi tidak berangkat sekolah” Yuki menambahkan kata-kata Saki. “Begitu yaナ” Aiden menunduk. Raut kesedihan yang sempat hilang beberapa detik lalu, nampak menghiasi wajahnya lagi.
“Jadi memang ada sesuatu. Sulit dipercaya kalau El bisa bolos sekolah” Saki menerka raut Aiden yang murung.
“Mungkinkah Andrew memberitahuナini?” Yuki membentuk cross dengan dua telunjuknya. “Begitu.. Jadi dia ditolak” Yuki dan Saki juga ikut sedih.
“Kasihan El.. Tapi Aiden, menurutku laki-laki sepertimu lebih cocok untuk El daripada Andrew”
“Hiburlah El untuk kami. Nanti akan kuajak dia ke taman”

Elia POV
Memoar akan wajah Aiden saat menangis juga wajah Andrew saat berjalan dengan menghantuiku seharian ini. Aku benar-benar bodoh menunggu orang yang sudah memiliki hubungan dengan orang lain. Kau memang bodoh Elia.. Kau bodoh..
Aku duduk melamun di pinggir danau menunggu kedatangan Yuki. God ! Bagaimana caraku untuk membuatnya tidak khawatir padaku?
“Elia Kim” suara lembut yang sangat kukenal membuatku terlonjak kaget. Aiden dia disini. “A-Aiden? Apa yang kau lakukan disini?” tanyaku terbata-bata.
“Eh,, Elia~ M-MaksudkuナEl?”
“Apa? Aneh~ Kau memanggilku dengan sebutan itu memang kita teman?”
“Cinta itu seperti kembang api” Dia memang aneh, tapi hari ini ucapannya terdengar lebih aneh. “Apa maksudnya?”
“Lebih indah kalau pecah jadi berkeping-keping dan berhamburan di udara”
‘WHAT? Dia menghinaku? ‘
Aku langsung membantingnya hingga ia tersungkur di tanah akibat gerakanku. “Apa kau mengajakku berkelahi?”
“Maaf~ Maaf~”
Kulepaskan dia karena dia sudah cukup kesakitan sepertinya. “Pakai ini” Aiden menyodorkan sebuah sapu tangan pink padaku. “Aku sedang tidak menangis” tolakku halus.
“Kalau begitu ambil ini pakai saat kau sedang butuh. Misalnya saat kehabisan tisu kamar mandi”
Mendengar perkataannya membuatku sebal. Jadi aku terpaksa membantingnya lagi. Dan untuk kedua kalinya ia tersungkur di tanah.
“Kau ini peduli atau tidak sih?!” ujarku geram.
“Lagipula bicaramu tidak masuk akal. Aku yakin kau diminta Yuki dan Saki untuk mengatakan semua itu”
Aiden bangkit dan menggaruk belakang kepalanya. “Ketahuan ya?”
“Itu karena kau tak akan mengatakan hal seperti itu. Meskipun kau aneh. Kenapa kau tak mengatakan kata-katamu sendiri?”
“Ituナ Maaf” Aiden menunduk. “Kenapa kau meminta maaf?”
“Mungkin karena aku merasa bertanggung jawab atas kejadian ini”
“Kamu ini ngomong apa.. Kau tidak.. Eh.. Tapi kalau dipikir-pikir rasanya ada banyak hal”
“Aku benar-benar minta maaf” Aiden membungkukan badannya hingga 90? padaku. Membuat hatiku tersentuh dan rasanya aku memang tak bisa marah dengan laki-laki sepertinya. Dan aku juga baru sadar kalau aku sedih karena aku yang tidak peka dengan Aiden dan aku kecewa pada diriku sendiri.
“Tapi benar. Aku bersedih karena hal lain dan itu bukan salahmu”
“Benarkah?”
“Apa kau berpikir ini kesempatanmu untuk membuatku jatuh cinta padamu? Seperti yang kukatakan kemarin?” Kutatap mata Aiden yang kini sudah berdiri tegak di depanku.
“Aku tidak berpikir seperti itu”
Itu membuatku sedih. Entah kenapa jawaban dari bibir tipisnya itu membuatku sedih. Apa aku benar-benar sudah jatuh hati padanya? Pada seorang Aiden?
“Tentu saja. Kaukan datang hanya untuk membalas budi bukan karena kau mencintaiku” Mungkin kenyataan pahit inilah yang harus kuterima. Karena memang itu kenyataannya.
“Bukan begitu” Apa? Tiba-tiba saja aku merasa jutaan kupu-kupu memenuhi perutku saat melihat wajah porselen Aiden yang dihiasi dengan semburat merah. “Benarkah?” sebisa mungkin kusembunyikan perasaanku.
“Iya”
“Jadi.. begitu”

Aiden POV
Aku duduk disamping El. Debaran jantunku tak normal. Dentuman jantungku yang biasanya bertempo lambat layaknya lagu ballad, kini bertempo cepat secepat lagu rap.
Dan aku rasa suasana ini.. Sangan romantis. Cahaya mentari yang mulai meredup dan angin yang menggelitik tubuhku. Ah~ Aku begitu menikmati suasana ini.
“Jadi, apa yang kau suka dariku?”
Suara El melepas kesenyapan susana romantis kami pada senja ini. “Hal-hal seperti kau suka membentakku dan mengkhawatirkanku. Dan, ketika kau membantingku, aku bisa mencium wangi badanmu dan aku suka itu” kusunguhkan senyum andalanku pada El.
“Menurutku alasan yang terakhir itu tidak perlu” Wajahnya tampak kesal. Aiisshh~ Stupid. “Maaf”
“Tidak usah meminta maaf lagi” Thank God! Dia tidak marah padaku. “Okay ” El menunduk. “ナ Thanks”
“ナ Anytime El.. Anytime..”

Author POV
Makin hari hubungan El dan Aiden membaik. El sudah tak lagi membanting Aiden saat mereka bertemu. Dan mereka juga semakin sering menghabiskan waktu bersama.
“EL~ Wait~”
“Apa hari ini kau ada waktu? Ada kedai ice cream baru di belakang stasiun”
Saki dan Yuki datang menawarkan ajakan hang out pada Elia.
“Sorryナ Tapi seperti yang kau lihat. Dia sudah menunggu jadi rasanya tak enak bila tidak pergi bersamanya. See ya” Saki dan Yuki saling berpandangan kemudian tersenyum kompak melihat Elia -sahabat mereka- berjalan menuju Aiden.
“Sepertinya hubungan mereka lancar”
“Dia terlihat begitu senang”

Elia POV
Kami berjalan beriringan menuju taman tempat kami biasa menghabiskan waktu bersama. Aku sudah tak lagi membanting Aiden. Perjalanan kami tak senyap karena diwarnai oleh perbincangan-perbincangan ringan.
“Dewan murid?”
” Yes. Percaya atau tidak, aku ini ketua perempuan pertama di sekolahku”
“Wah~ That’s cool”
Aiden memuji dengan tulus. Terlihat dari sorot mata miliknya.
“Perayaan Musim Gugur akan diadakan sebentar lagi, kan? Sekolah kami juga sedikit membantu, jadi, semuanya sedikit sibuk”
“Perayaan Musim Gugur?”
Okay! I wanna say crazy thing~ God!! Please, Help meナ
“Jadi, ナ Kalau hari itu kau tak ada acaraナ maukah kau pergi bersamaku? Ke Perayaan Musim Gugur?” Semburat itu hadir bersamaan dengan meluncurnya kalimat gilaku. Kuharap keterbukaanku dapat membuat Aiden mau.
I did it! Aiden juga menampakkan semburat merah di pipinya. Cute!

Aiden POV
Sepanjang perjalanan hidupku yang bahkan tak kuketahui kapan dan apakah aku masih hidup hingga kini. Ini mungkin adalah hal paling memalukan yang pernah ku perbuat.
Lihat!! Dari ujung kaki hingga ke kepala, penampilanku benar sudah berubah. Aku memakai wig panjang sekarang, uniform perempuan di sekolah ini dan yang terpenting ‘Semua orang memandangiku sekarangナ Aku Malu’
Tapi tak apa.. Ini demi Elia-ku. Hanya saja.. Sepertinya ide menyamar ini akan ketahuan.
“Pasti ketahuan aku yakinナ” ujarku pada Saki dan Yuki. “Oh.. Come on.. It suit in you” Jawaban macam apa itu? Apa mereka tidak melihat wajahku sudah semerah apel?
Flashback On
Saki dan Yuki menghampiriku saat di gerbang. Tapi kemana El? Bukankah mereka harusnya keluar bersama-sama?
“Aiden~ El akan lama di dalam dia sedang rapat bersama anggota dewan murid” Saki menjelaskan. Ternyata begitu.
“Begitu .. Jadi El sedang sibuk ya?”
“Iya.. Dia mungkin sedang ditengah rapat sekarang”
Ah.. Sepertinya hari ini aku sangat ingin sekolah. Sehingga aku bisa melihatnya tanpa terhalang apapun.
“El meminta kami memberitahumu kalau dia akan terlambat”
“Aku ingin melihat El memimpin rapat. Andai ada cara untuk itu”
Dan aku melihat senyum itu. Senyum aneh milik Saki dan Yuki.
Flashback Off
“Kalau dipikir-pikir.. Aiden terlihat super cute dengan pakaian seperti itu. Aku jadi envy”
Teriakan keras diiringi dengan suara gitar tak bernada yang memekakan telinga membuatku sedikit terlunjak kaget.
“Kukirimkan cinta ini dengan diam-diam padamu” begitulah potongan lirik yang kudengar. “Itu.. Yoshino-senpai. Ia orang Jepang. Seperti biasa, ia populer”
“Hai~ Kau anak kelas mana?” sebuah suara asing menerobos masuk gendang telingaku. Muncul sosok laki-laki yang nampak sangat genit. “Aku belum pernah melihatmu.Apa kau murid pindahan? Mau kuajak berkeliling sekolah?” ujarnya dengan nada menjijikan dan sepertinya itu ditujukan padaku. Tidak~ Jangan bilang dia menyukaiku.
“Itu tak diperlukan. Sudah ada kami” Saki dan Yuki menghadang laki-laki genit itu sedangkan aku berada di belakang mereka. “Tidak usah khawatir dengannya. Kau tak diperlukan”
“Ohナ Don’t be shy.. Trust me.. I will protect her with my life”
“Aiden~ Pergilah” Yuki membisikkan perintah ditelingaku. Sementara Saki masih menahan laki-laki itu. Setelah aku berlari menjauh bisa kudengar teriakan laki-laki itu. “Hey~ Pretty girlナ Wait me”
Baiklah sekarang aku tak tahu jalan. Dimana aku? Semua ruang terlihat sama di mataku. Kemana aku harus pergi sekarang?
“Kita beralih ke topik selanjutnyaナ”
Suara itu milik El. Ternyata dia memang sedang berada di ruangan sekitar sini. Ku geser pintu didepanku selebar setengah wajah dan kulancarkan aksiku mengintipnya.
“Mengenai murid yang membawa gitar dan melakukan konser di kelas. Tidak ada masalah soal bernyanyi, tapi seharusnya tidak dilakukan di kelas”
‘Cool’ El berdiri bak prajurit gagah yang siap tempur disana. Kesan tegas juga terdengar jelas pada tiap kata yang dilontarkannya untuk memimpin rapat. Tapi semua itu tak menghilangkan kesan cantik pada dirinya.
“Apa kamu ada perlu dengan dewan murid?” Suara lembut membuatku menghentikan kegiatanku memandangi El. Ternyata yang menegurku adalah seorang guru. Celaka!!
“Kalau ada, masuk saja. Tidak dilarang masuk kok” Guru itu mendekat ke arah pintu. “Tidak~ Saya..” Terlambat!! Guru itu telah membuka pintunya.
“Elia Kim”
“Ms. Grace?”
El menjeda rapatnya dan berjalan keluar. Bagaimana ini? Kusembunyikan tubuhku di balik tubuh Ms. Grace. Beruntung guru ini berpostur tinggi.
“Sorry for disturb you in the middle of meeting. I think she wanna said something. Say it now..”
Okay! Apa yang harus kukatakan padanya?
“Wah!! You’re so cute.. Aku tak tahu ada murid semanis dirimu di sekolah ini”
El? Mengatakan aku manis?? Aku manis.. Dan itu kata Elナ
Aku yakin semburat merah itu sudah kembali menghiasi pipiku. “Thank You”
“Apa ada yang ingin dibicarakan denganku? Katakan saja!! Apapun itu. Sudah tugas dewan murid untuk mendengarkan pendapat para murid” El tersenyum manis padaku. Jantungku berdetak cepat, kutatap mata almond- nya.
“Aku..Aku ingin bersamamu selamanya”
Pipinya bersemu merah. Dasar bodoh Aiden bodoh. Apa kau tidak sadar? Kau mengatakan seperti itu dengan pakaian perempuan. Oh tidak!! Kebodohanku telah merusak image El.
“Ada hubungan apa kalian berdua?”
“Maaf”
Aku berlari pergi. Semoga dengan ini, image El bisa terselamatkan. Dan semoga harapanku menjadi kenyataan.
Di ruang gantiナ
Tawa Saki dan Yuki menggema di ruang ganti ini. Aisshhh~ Tawa mereka mengingatkanku pada kejadian tadi. Malunya aku..
“That was crazy.. And very funny” kata Saki di sela-sela tawanya.
“Itu bukan bahan tertawaan. Mungkin dia sadar kalau itu aku” ujarku seraya melepas wig yang sedari tadi melekat di kepalaku. “Don’t worry.. El mungkin lebih menyukaimu dengan pakaian itu..” Yuki menambah parah keadaan dengan candaannya.
“Bagaimana bisa?” ujarku seraya meraih pakaianku dari loker yang berada tepat di depanku. Namun secara tak sengaja jimat itu jatuh. Jimat itu!!
Jimat untuk mengabulkan permintaan El, alasan aku berada disini. Tapi, aku telah melupakannya. Aku sudah terbiasa berada disini. Dengan semua keseruan yang aku rasakan di sini.
Kubungkukkan tubuhku untuk mengambil benda mungil berwarna merah itu. Kupandangi benda itu.
“Hey~ Aiden!! Apa setelah ini kau sibuk?”
“Barusan kami membicarakan kalau setelah ini kami inin ke rumahmu. Kaukan orang Korea seperti El. Kami ingin tahu seperti apa bentuk rumahmu..”

Sore menjelang Saki dan Yuki mengikuti tiap langkah yang diambil oleh kaki-kakiku. Aku merasa tak asing dengan daerah ini dan aku sangat yakin kalau tempat ini adalah rumahku. Hanya sajaナ Aku tak pernah kemari selama beberapa hari ini. Aku tak pernah pulang.
Aku tak dapat mengingat jalan mana yang harus kuambil dipersimpangan ini.
“El bahkan belum pernah main ke rumahku” kututupi kebingunganku dengan kalimat-kalimat yang kuucapkan.
“Jadi, El belum pernah ke rumahmu?”
“Rasa kebanggaan bisa mengunjungi rumahnya sebelum kekasihnya. Nanti akan kita pamerkan pada El.. Hahahaha” tanggap Yuki bersemangat.
Kini langkah kakiku benar-benar telah terhenti karena kaki-kakiku tak tahu kemana lagi harus melanjutkan langkah mereka.
“Ada apa? Apakah kau tak mau?”
Kutiliki tiap sudut jalan-jalan disekitarku. Namun aku tak dapat menyatukan puzzle ingatan dalam pikiranku.
“Bukan.. Bukannya begitu..” Kuhentikan aktivitas celingukanku dan mendesah berat. “Aku tak ingatナ dimana rumahku”
Setelah berputar-putar hingga kumpulan kapas berwarna lembayung dilangit hampir hilang, kami akhirnya menemukan rumahku. Di pagarnya tertulis Lee’s House.
“Nah, disini. Jangan menakuti kami dengan candaan seperti itu!!”
Pintu rumahku digeser. Namun diriku hanya terpaku mendengar suara berat pintu di depanku ini. Tapi kenapa aku seperti tak terbiasa dengan semua keadaan ini. Sebenarnya siapa aku ini? Dan rumah siapa ini?
“Ada yang bisa saya bantu?” sosok wanita dengan rambut hitam dan perawakan kurus muncul dari balik pintu itu. Sosok itu, masih tak asing pada mataku hanya saja aku tak merasa kalau dia adalah ibuku. Dan juga wanita itu nampak lemas juga lingkaran hitam terlihat jelas di bawah matanya. Ia seperti, habis menangis.
“Good Evening, Mam!!”
Saki yang menyadari kalau aku hanya terdiam menegurku “What’s wrong? Katakan ‘I’m Home’!!”
“Apa kalian berdua teman Aiden?” wanita itu kembali berbicara dengan nada lemah seperti sebelumnya.
“Iya~” jawab Saki dan Yuki kompak.
Puzzle itu.. Puzzle dalam otakku perlahan mulai terakit. Perlahan namun beberapa ingatan akan diriku kembali kuingat.
“Ah, terima kasih sudah mau datang. Silahkan masuk berdo’alah untuknya”
Saki dan Yuki memandangku kompak.
“Benar.. Aku ingat sekarang!! Aiden yang asli sudah tidak ada disini. Aku bukanlah Aiden yang asli” Aku berlari menjauhi rumah itu dengan perasaan campur aduk.
Kutumpahkan segala luka dan rasa bersalah dalam bentuk air mata di taman tempat aku dan El biasa bersama. Aku bukan Aiden.. Aku bukan Aidenナ Dan betapa bodohnya aku baru mengingat semua itu?
“Apa maksudnya ini? Pasti ada alasannya, kan?”
“Apa ada yang bisa kami lakukan untukmu?”
Saki dan Yuki terus menyuarakan kalimat-kalimat pertanyaan yang membuatku makin terpuruk. Mereka benar!! Aku seharusnya tak disini. Aku bukan bagian dari manusia.. Aku bukan Aiden.
“Kalau begitu setidaknya ingatlah iniナ Kami mempercayaimu.. Karena bagi kami kamulah Aiden!! Kamu Aiden!!” Saki menghiburku kendati aku masih menyembunyikan wajahku di balik dekapan tanganku.
“Apapun yang terjadi, kami tetap temanmu”
Mendengar kalimat Yuki membuatku ingat kejadian-kejadian yang selama ini ku lalui. Sebagai Aiden. Dan itu semua bersama mereka. Aku mengecewakan Saki dan Yuki.
“Terima kasih”
“Akan kami rahasiakan ini dari El. Jangan khawatir. Kami tetap mendukung kalian” Saki menepuk pundakku untuk menyalurkan semangatnya.
Tanpa menunggu persetujuan orang-orang matahari telah tenggelam, lembayung juga sudah tak lagi menemani kesedihanku. Benar juga, siang dan malam akan terus bergulir meski aku memohon untuk menghentikan malam datang.
Akhirnya aku ingat. Aku bukan Aiden Lee. Itu adalah nama orang yang berharga bagiku. Kami menghabiskan banyak waktu bersama, dan dia meninggalkan permintaan terakhirnya padaku. Aku datang untuk mengabulkan permintaan itu.
Orang yang bahkan tak pernah dilahirkan. Aku hanyalah sosok tak terlihat selama ini. Hanya Aiden yang bisa melihatku. Itu pun karena kami memiliki hubungan batin. We’re twins. Tapi aku tak pernah dilahirkan. And I hate the fact about myself.
Ia selalu mengutarakan semua kesedihan yang dirasanya padaku. Setelah ia tak ada aku rasa aku akan kembali ke tempat penantian para roh bersamanya.
Kini hanya ada aku. Laki-laki tak bernama. Tapi aku cukup senang karena aku bisa terlihat dan pernah melihat El dalam perjalananku yang singkat ini.

Elia POV
Kios-kios dadakan berjajar rapi. Di tempat ini penuh dengan manusia. Hanya saja aku tak menemukan pemuda bertopi khaky yang sedari tadi kutunggu kedatangannya.
Setelah cukup lama menunggu aku pun melihatnya, Aiden.
“Akhirnya kau datang”
Aiden berlari ke arahku. Dan dengan nafas yang masih tersengal ia berkata “Maaf, aku terlambat” Aku tersenyum menanggapi permintaan maafnya. “It’s okay!! Karena biasanya aku yang membuatmu menunggu”
Kami bermain sepuanya disini. Bermain menangkap ikan dengan kertas dengan anak-anak kecil, makan gula-gula, mencoba beberapa topeng dan Aiden mencoba topeng kakek-kakek disini lucu juga masih banyak keseruan lain yang kami temukan disini. Bersama-sama.
“Gadis yang kemarin itu dirimu, kan?”
“Jadi kau tahu?”
“Tentu saja kita berjumpa tiap hari”
“Maaf~ Apa aku mengganggu?”
“Tak apa. Aku yakin Yuki dan Saki yang memintamu begitu, kan?”
Setelah percakapan ringan tadi kami tiba di bawah sebuah pohon dengan lollipop yang hampir habis di tangan kami. Setelah lollipop itu hanya tersisa batangnya saja dan dibuangnya, Aiden menyodorkan bungkusan merah.
“Keinginanmu.. Katakanlah~” ujarnya berat.
“Keinginan?” ulangku padanya dan ia mengangguk.
“Ya karena itu, aku berada disini”
Jemari Aiden perlahan membuka bungkusan merah yang sedari tadi ia pegang. “Lihat? Ada cahaya yang bisa mengabulkan keinginan disini” Kantung itu terbuka. Namun aku tak melihat apapun di dalamnya.
“Apa? Tidak ada?” Aiden memandangi kantung itu dengan heran.
“Mungkin dari awal juga tidak ada. Kalau tidak, mungkin artinya saat ini tidak diperlukan untukku. Yang penting kita bisa bahagia sekarang” semoga spekulasiku bisa meruntuhkan tujuannya kemari.
“Tapi ini juga penting”
Ah!! Ternyata usahaku gagal. Sebenarnya siapa dia? Dan kenapa keinginanku begitu berarti untuknya?
“Biarpun kau berkata seperti ituナAku tahu”
Sebuah pemikiran terlintas dibenakku. Dan ini tentang keinginanku.
“Jadi.. Kau punya keinginan?”
“Iya~ Jadi ini keinginan yang begitu ingin kau dengar”

Aiden POV
“Tolong..cintai aku selama-lamanya. Teruslah mencintaiku selama-lamanya. Itulah yang kuinginkan” El mendekatkan wajahnya ke wajahku dan mengecup pipiku.
Ia bodoh.. Kenapa? Kenapa dia mengatakan itu? Semua itu hanya membuatku semakin bersalah padanya. Kenapa dia mencintai orang yang bahkan tak pernah di lahirkan seperti diriku? Bulir-bulir air dari mataku jatuh begitu saja ke tanah seperti rinai hujan.
“Maaf. Apa kau kaget?”
Kugelengkan kepalaku dan bulir itu masih setia menetes bahkan setelah usapan lembut milik El yang mendarat di bawah mataku. Hanya satu yang kutahu..
Sepertinya aku memang mencintainya. Meskipun hanya sebentar, waktu kebersamaan kami sangatlah berharga.
Aku juga menyukai Saki dan Yuki sebagai teman dan aku mencintai masa-masa kebersamaan kami.
“Meniru apa yang kau katakan padaku kemarin. Oh God!! Kenapa kau masih menangis?”
“Maaf”
“Kau memang tipe orang yang tak bisa ditinggal sendirian”
Dengan senyum manisnya. El mengusap air mata yang keluar dari mataku dengan sapu tangan putih lembutnya.
“El.. Terima kasih. Terima kasih banyak” ujarku masih dengan menangis. El nampak salah tingkah dengan kelakuanku.
“A-aku beli minum sebentar ya. Tunggu disini” ia pun berlari menjauh. Kuusap air mataku dan menatap punggungnya dari jauh.
“Sudah saatnya aku pergi. Terima kasih”

Author POV
Beberapa saat kemudian sosok Elia kembali bertandang ke tempat terakhir ia berdiri bersama Aiden dengan dua kaleng minuman di tangannya. Elia kaget karena ia tak melihat prianya disana.
Elia kemudia berlari ditengah-tengah kerumunan festival untuk mencari keberadaan Aiden. Hatinya gusar. Ia takut kalau Aiden meninggalkannya dan tak kembali lagi.
Setelah beberapa saat berlari, akhirnya Elia menemukan Aiden. Aiden sedang berjalan menjauhi kerumunan.
“Aiden” panggilnya lemah.
“AIDEN” teriak Elia sepenuh tenaga. Aiden berbalik dan bibir tipisnya membuka tutup seperti orang yang berbicara namun suaranya tak keluar barang senada pun.
“Apa? Apa yang kau katakan?”
Aiden tersenyum dan lesap dari pandangan Elia. Elia terus meneriakkan nama ‘Aiden’ dan kaki-kakinya terus berlari hingga ia terjembab ke tanah. Kaleng-kaleng minumannya pun jatuh bersamanya.
“Selamat tinggal El. Aku akan terus mencintaimu” suara tanpa rupa tiba-tiba menyusup ke dalam gendang telinga Elia, suara yang ia yakini milik Aiden.

Author POV
Ditempat yang serba putih. Cahaya terang benderang menerangi tiap sisi dari tempat itu. Sosok laki-laki datang menepuk pundak laki-laki yang lainnya. Wajah mereka nampak sama persis.
Mata, hidung, mulut, rambut, bahkan hingga tinggi mereka pun sama.
“Aiden..”
Laki-laki yang ditepuk pundaknya menangis dipelukan laki-laki yang dipanggilnya dengan nama Aiden itu. “Sudahlah.. Adikku~ Aku tahu kalau kau benar-benar mencintainya” Aiden menepuk-nepuk punggung laki-laki yang ia panggil ‘Adik’.
“Darimana kau tahu kalau aku adikmu?” Aiden tersenyum. “Karena aku sudah meninggal jadi aku tau semuanya”
“Aiden.. Aku sangat ingin kembali ke sana. Aku merindukannya. Bisakah aku kembali kesana. Aku rasa ini sudah 4 tahun lebih aku meninggalkannya” Aiden menggendikkan bahunya.
“Aku rasa itu di luar kemampuanku. Donghae-ya” Laki-laki yang dipanggil Donghae itu melongo. “Aku tahu kesedihanmu selama ini. Itu namamu Lee Donghae dan aku Aiden Lee” Aiden tersenyum diikuti tangis haru milik Donghae.
“Terima kasih.. Terima kasih banyak. Sekarang aku akan pergi”

Elia POV
Kupandangi gemerlap lampu Seoul. Aku sudah kembali beberapa hari yang lalu. Dan aku juga sudah lulus menjadi sarjana sekarang. Tapi.. Aku selalu saja mendapat ocehan dari orang tuaku. Mereka menanyakan..
“Jadi.. Apa selama di Jepang kau mendapat namjachingu? Apa dia tampan?? High School-mu kan International High School pasti banyak orang mancanegara yang bersekolah disana? Jadi?”
Hah~ Semua pernyataan itu hanya membuatku mengingat sosok Aiden. Sudah 5 tahun ia pergi dari kehidupanku. Bahkan saat ia bersuara aku tak dapat melihat wujudnya.
Akankah semua ini akan berakhir manis? Aku meragukannya..
“Perkenalkan ini anak kami.. Namanya Elia Kimナ Dia belum memiliki nama Korea karena dia lama di luar negeri dan terakhir ia sekolah di Jepang” Eomma memperkenalkanku pada teman-teman arisannya. Sial!!
“Jadi? Kau lama di Jepang Elia-ssi?” Baiklah orang ini berbahasa Korea. Sejauh ini hanya itu yang dapat kutangkap tentang wanita di depanku ini.
“Ne~ Ahjumma”
“Sayang, anakku telah tiada. Jika ia masih hidup aku akan mengenalkannya padamu” Ahjumma itu menitikkan air mata. Kasihan sekali ahjumma ini.
“Suahlah Minjung-ah~ Sudah lama sekali ia pergi. Lupakan soal Aiden”
DEG~
Aiden? Sudahナ Meninggal??
Air mataku juga ikut mengalir. Sudah kuusap berkali-kali keberadaannya di pipiku hanya saja air itu selalu turun kembali. Semua orang memandangiku dengan tatapan heran tak terkecuali eomma-ku.
“El? Gwechana?? Ada apa denganmu?”
Aku menggeleng. “Lee Ahjumma.. K-kapan Aiden meninggal dunia?”
“Lima tahun yang lalu saat kami masih tinggal di Jepang. Bagaimana kau tahu nama keluargaku Lee??”
Baiklah ini gila hanya saja bagaimana bisa? Lalu sosok yang waktu itu kutemui? Hanyalah roh? Tapi.. Kenapa aku dapat menyentuhnya?? “Eommaナ Sepertinya aku tak enak badan. Aku pulang dulu ya eomma. Yeoreobun annyeonghaseyo”
Tak ku hiraukan tatapan aneh yang mereka lontarkan padaku. Ternyata benar!! Kepergiannya yang misterius menunjukkan kalau ia hanya diberikan waktu untuk mendengarkan permohonanku.
Aiden hanyalah roh.. Ia tak hidup. Seharusnya aku tak mengatakan permohonanku waktu itu. Pabo El.
CKKITT~
Rem mobil yang kuinjak mendadak membuatku sedikit terbanting ke belakang. Aku hampir saja menabrak seseorang. Aku turun dari mobilku dan mendapati seorang namja tergeletak pingsan tepat di depan mobilku.
“Aiisshhh~ Jebal ireona.. Ireona”
Guncanganku berhasil dan namja itu terbangun. Mata hitam pekatnya memandangku lembut. Mata ituナ Kuamati tiap inchi wajahnya. Dia.. mirip Aiden.
“El?”
“Aiden?!”
Namja itu bangkit dengan posisi tangan yang masih berada di pelipisnya. “Bukan!! Itu bukan namaku. Perkenalkan namaku Lee Donghae senang bertemu denganmu” Donghae ?? Bukan.. Dia Aiden.. Aidenku.
“Ceritanya panjang. Yang terpenting aku telah menepati janjiku untuk bersamamu selmanya. Hingga ajal menjemput roh kita. Saranghae~”

-FIN-

Gimana?? Ancurkah?? Terlalu panjangkah?? kan emang long-long shoot XD JANGAN LUPA RCL YAAA!!!

2 responses

  1. vanny

    Keren 😀

    May 18, 2014 at 2:13 am

Leave a comment